BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Perbandingan Madzhab adalah upaya untuk
mengetahui pendapat-pendapat para imam Mazhab dalam berbagai masalah yang
diperselisihkan hukumnya disertai dalil-dalil atau alasan yang dijadikan dasar
bagi setiap pendapat dan cara istinbath hukum.Setiap imam mujtahid dalam
mengeluarkan pendapat-pendapatnya pada hakikatnya tidak menyimpang dan tidak
keluar dari dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Perbandingan mazhab dimaksud bukan
bertujuan untuk meremehkan atau mencari kelemahan suatu pendapat imam madzhab
tertentu, melainkan untuk mencari alternative yang paling benar diantara
pendapat-pendapat para imam madzhab yang sudah benar. Selain itu, perbandingan
madzhab juga mencari dalil-dalil yang menjadi sumber rujukan utama (al-Quran
dan Sunnah), karena pada hakikatnya kewajiban kita bukan mengikuti pendapat
madzhab tetapi mengikuti dalil yang dijadikan sumber oleh ulama madzhab. Ulama
madzhab sendiri telah menganjurkan untuk tidak mengikuti madzhab mereka
melainkan dalil al-Quran dan Sunnah yang dijadikan sumber oleh mereka, juga
menyarankan untuk meninggalkan pendapat mereka jika bertentangan dengan
al-Quran dan Sunnah.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan pokok pikiran yang tertuang dalam
latar belakang di atas serta untuk terarahnya makalah ini. Maka masalah yang
dibahas dalam makalah ini adalah:
1. Pengertian
Muqaaran Dan Mazhab
2. Pengertian
Mazhab
3.
Pola Pemikiran Dan Dasar-Dasar Istinbat
Hukum Imam-Imam Mazhab.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Muqaaran Dan Mazhab
Kata muqaranah berarti membandingkan, dan kata muqaranah
sendiri, kata yang menunjukkan keadaan atau hal
yang berarti membandingkan atau perbandingan. Membandingkan di sini
adalah membandingkan antara dua perkara atau lebih. Fiqih muqaranah itu
adalah suatu ilmu yang menjelaskan hukum
islam dalam berbagai masalah,dengan mengemukakan pendapat para
mujtahid,masalah-masalah mana yang di sepakati dan di perselisihkan oleh mereka,
baik hokum,dalil dalil, maupun kaidah-kaidah ushul yang di pergunakan oleh
masing-masing mujtahid.kata mazhab mempunyai tiga arti yaitu: pertama,
pendirian,kepercayaan,idiologi. Kedua, jalan atau system. Ketiga, sumber,
patokan,pendapat yang kuat.
Berdasarkan hasil penelitian dari sejumlah buku pengertian mazhab dalam istilah fuqah’,
mempunyai dua pengertian yaitu sebagai berikut:
1. Mazhab
adalah pendapat salah seorang imam mujtahid mengenai hokum masalah ijtihad.
2. Mazhab
adalah pendapat salah sorang imam mujtahid mengenai kaidah-kaidah penggalian hokum (istinbat)
dari dalil-dalil yang mu’tabar.
Dari keterangan tersebut,dapat di simpulkan bahwa arti
mazhab menurut istilah adalah “hasil-hasil ijtihad seorang imam (mujtahid mutlaq mustaqil) tentang hukum
suatu masalah atau kaidah-kaidah
istinbat.”
Mazhab menurut pengertian pertama identik dengan fikih. Oleh
karena fikih sama dengan hasil ijtihad, berarti pula nazhab sama dengan
ijtihad. Dengan demikian ketiga istlah tersebut (fikih ijtihad,dan mazhab) mempunyai arti yang sama.
Jika di katakana misalnya menyentuh wanita yang bukan mahram membatalkan wudhu
menurut mazhab syafi’i artinya ialah bahwa perbuatan itu membatalkan wudhu
menurut fikih syafi’i atau sesuai dengan hasil ijtihad syafi’i. demikian juga
jika di katakan, tidak membatalkan menurut mazhab hanafi.
Tegasnya, mazhab menurut pengertian pertama adalah hasil
ijtihad seorang imam mujtahid tentang hukum suatu permasalahan yang belum di
tegaskan oleh nas.Atas dasra ini, mazhab hanya terdapat pada masalah-masalah
zanniyyah atau ijtihadiyah.oleh karena itu, sangatlah tidak tepat jika di
katakan,misalnya hukum shalat lima waktu , puasa ramadhan, dan zakat adalah
wajib, dan hukum berzina adalah haram menurut mazhab syafi’i atau menurut mazhab
hanbali dan sebagainya”.sebab, masalah-masalah tersebut tidak termasuk masalah
ijtihadi, melainkan masalah yang status hokum bersifat qat’i karena ada nas-nya
(yang qat’i) dalam Alquran dan hadis,
atau termasuk al- ma’lum min ad-din bil ad-darurah.[1]
Apabila berpegang pada arti pertama, yaitu pendapat hokum
salah seorang imam , dalam hal ini mujtahid mutlaq, maka semua pendapat para
mujtahid mazhab, mujtahid fatwa, dan mujtahid tarjib tidak dapat di katakan
sebagai ’’pendapat menurut mazhab syafi’i ‘’, misalnya, padahal sangat banyak
masalah-masalah fikih dalam lingkungan mazhab syafi’i yang ketentuan hukum tidak di keluarkan oleh
imam syafi’i sendiri. Hal serupa terdapat pula dalam mazhab-mazhab lain, seprti
maliki,hanafi,hanbali.
Sebaliknya, jika berpegang arti kedua, yaitu qawa’idul
istinbat, maka setiap hukum yang di keluarkan dari dalil-dalil yang mu’tabar
oleh mujtahid mazhab, mujtahid fatwa, mujtahid tarjib berdasarkan kaidah-kaidah
istinbat yang di buat oleh imam syafi’i, misalnya tidak dapat di katakan sebagai
telah keluar dari mazhab syafi’i.
Berdasarkan pada kenyataan dan pada pengertian yang
terkandung dalam definisi fikih yaitu mengambil hukum dari dalil-dalil tafsliy
yang menghendaki adanya kaidah-kaidah istinbat, menurut saya, arti kata mazhab
haruslah diartikan dengan kedua arti tersebut. Yaitu “pendapat imam mujtahid
mutlaq mengenai hukum allah dalam masalah-masalah ijtihad dan kaidah-kaidah
istinbat yang di buatnya”, dengan catatan manakala kata mazhab di-isnad (di
hubung) kan kepada orang awan atau orang yang belum sampai pada martabat
ijtihad, maka hal ini menjadi qarinah bahwa yang di maksudkan adalah “arti yang
pertama” dan manakala di isnadkan kepada ulama, maka yang di maksudkan adalah
“arti yang kedua”.Dengan demikian, kata mazhab dalam istila merupakan lafaz
musytarak (mempunyai lebih dari satu arti).
Tegasnya, jika di katakan ,”seseorang yang bermazhab dengan
mazhab imam syafi’i, artinya orang tersebut berpendapat tentang hukum Allah
dalam masalah-masalah ijtihadi menurut pendapat imam syafi’i atau orang itu
mengeluarkan hukum-hukum Allah dalam masalah-masalah ijtihad menurut
kaidah-kaidah istinbat yang di rumuskan oleh imam syafi’i”.
Jika di katakan, “orang itu tidak bermazhab”, artinya tidak
mempunyai pendapat tentang hukum Allah dalam masalah-masalah ijtihad menurut
menurut salah seorang imam atau tidak mempunyai kaidah-kaidah istinbat.
B.
Pengertian
Mazhab
Menurut
Bahasa “mazhab” berasal dari shighah mashdar mimy (kata
sifat) dan isim makan (kata yang menunjukkan tempat) yang
diambil dari fi’il madhi “dzahaba” yang
berarti “pergi”. Sementara menurut Huzaemah Tahido Yanggo bisa juga
berarti al-ra’yu yang artinya “pendapat”.
Sedangkan
secara terminologis pengertian mazhab menurut Huzaemah Tahido
Yanggo, adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh
imam Mujtahid dalam memecahkan masalah, atau mengistinbatkan hukum Islam.
Selanjutnya Imam Mazhab itu berkembang
pengertiannya menjadi kelompok umat Islam yang mengikuti cara istinbath Imam
Mujtahid tertentu atau mengikuti pendapat Imam Mujtahid tentang masalah hukum
Islam.
Jadi bisa
disimpulkan bahwa yang dimaksud mazhab meliputi dua pengertian
a.
Mazhab adalah
jalan pikiran atau metode yang ditempuh seorang Imam Mujtahid dalam
menetapkan hukum suatu peristiwa
berdasarkan kepada al-Qur’an dan hadis.
b.
Mazhab adalah
fatwa atau pendapat seorang Imam Mujtahid tentang hukum suatu peristiwa yang
diambil dari al-Qur’an dan hadis.
Dalam
perkembangan mazhab-mazhab fiqih telah muncul banyak mazhab fiqih. Menurut
Ahmad Satori Ismail, para ahli sejarah fiqh telah berbeda pendapat
sekitar bilangan mazhab-mazhab. Tidak ada kesepakatan para ahli sejarah fiqh
mengenai berapa jumlah sesungguhnya mazhab-mazhab yang pernah ada.
Namun dari
begitu banyak mazhab yang pernah ada, maka hanya beberapa mazhab
saja yang bisa bertahan sampai sekarang. Menurut M. Mustofa Imbabi,
mazhab-mazhab yang masih bertahan sampai sekarang hanya tujuh mazhab
saja yaitu : mazhab hanafi, Maliki, Syafii, Hambali, Zaidiyah, Imamiyah dan
Ibadiyah. Adapun mazhab-mazhab lainnya telah tiada.
Dari pengertian sebelumnya telah di kemukakan bahwa kata
mazhab haruslah di artikan dengan dua arti yang di kandungnya, yaitu mazhab
dengan arti qaulan (pendapat imam mujtahid mutlaq tentang hukum masalah
ijtihad, fikih) dan mazhab dengan arti qa’idatan (kaidah-kaidah pengggalian
istinbat hukum,kaidah-kaidah usuliyah). Impilikasi dari pengertian ini ialah
bahwa semua pendapat hukum ijtihad yang di kemukakan oleh seorang mujtahid
mutlaq maupun yang di gali oleh mujtahid di bawahnya dengan menggunakan kaidah
istinbat yang di rumuskan oleh mujtahid mutlaq tersebut dipandang sebagai
mazhabnya.pengertian inilah yang di maksudkan dengan mazhab dalam istilah
“perbandingan mazhab”. Oleh karena itu, istilah perbandngan mazhab biasa di
sebut pula dengan istilah fikih perbandingan (al-fiqh al-muqaran).[2]
C. Pola Pemikiran Dan Dasar-Dasar Istinbat
Hukum Imam-Imam Mazhab
Para imam mujtahid seperti imam abu
hanifah, maliki, syafi’i dan imam ahmad bin hanbal, sudah cukup di kenal di
Indonesia oleh sebagian besar umat islam. Bagi ilmuwan selain imam mazhab yang
empat itu juga mereka kenal seperti imam Daud Az-Zahiri,imam syi’ah zaidiyah,
syi’ah imamiyah dan imam mujtahid lainnya.akan tetapi untuk mengetahui pola
pemikiran masing-masing imam mazhab itu sangat terbatas.bahkan ada yang
cenderung hanya ingin mengalami mazhab tertentu saja. Hal ini di sebabkan
karena pengaruh lingkungan atau karena ilmu yang di terima hanya dari ulama
atau guru yang menganut suatu mazhab saja.
Menganut suatu aliran mazhab saja sebenarnya tidak ada
larangan, tetapi jangan hendaknya menutup pintu rapat-rapat sehingga tidap
melihat pemikiran-pemikiran yang ada pada mazhab lain yang juga bersumber dari
Alquran dan sunnah rasulullahi SAW. Hal di maksudkan agar seseorang tidak
fanatik kepada satu mazhab.
Andaikata sukar menghindari kefanatikan kepada suatu mazhab
sekurang-kurangnya mampu menghargai pendapat orang lain yang berbeda dengan pendapatnya. Di bawah ini akan di
kemukakan beberapa tokoh imam mazhab.
A.
IMAM HANAFI
1.
Kehidupan Imam Abu Hanifah
Abu
Hanifah merupakan imam pertama dari keempat imam dan yang paling dahulu
lahir juga wafatnya, ia mampu memeperoleh kedudukan yang terhormat dalam
masyarakat yang menghimpun faktor-faktor positif dan faktor-faktor negative,
sehingga tidak heran ia di juluki Imam A’zham (pemimpin terbesar), ia juga
dikenal sebagai fakih irak, dan imam Ar-Ra’y (Imam Aliran Rasional)
Beliau
dilahirkan di kota Kuffah, pada tahun 80 H (699 M), beliau benama asli Nu’mam
bin Tsabit Bin Zhauth Bin Mah, ayah beliau keturunan bangsa persi ( Kabul
Afganistan) yang menetap di Kuffah, tsabit bapak dari abu hanifah lahir sebagai
seorang muslim dan diriwayatkan dia berasal dari bangsa anbar. Adapula ia mukim
di tirtmidzi, ada lagi yang mengatakan ia bermukim di Nisa, bisa jadi ia
bermukim di tiap-tiap kota itu sementara waktu. Ia adalah seorang pedagang yang
kaya dan taat beragama, sebagai mana ia pernah bertemu dengan ali bin Abi
Thalib, lalu sang imam mendoakan dan keturunananya dengan kebaikan dan
keberkahan.pada masa beliau di lahirkan pemerintah islam berada di tangan Abd.
Malik bin warwan, raja bani umayyah yang ke 5.[3]
2. Pendidikan
Imam abu Hanifah
pada
masa abu hanifah terdapat empat sahabat, mereka adalah: Anas bin Malik,
Abdullah bin Abu Aufa, Sahl bin Sa’ad dan Abu Thufail, mereka adalah
sahabat-sahabta yang paling akhir wafat, namun abu Hanifah tidak Berguru kepada
mereka.
Mengapa
tidak berguru kepada mereka?, mungkin diantara mereka ada yang sudah wafat
sedang abu hanifah masih kecil, seperti Abdullah bin Aufa yang meninggal pada
tahun 87 hijriyah sehinggga umur abu hanifah pada waktu itu baru 7 tahun,
dan seperti abu Sahl bin Sa’ad yang wafat tahun 88 atau 91 hijriyah dan umur
Imam Hanafi baru berumur 11 tahun. Sementara Anas bin Malik wafat pada tahun 90
atau 92 atau 95 hijriyah dan abu Hanifah berumur 15 tahun dan belum mulai
mencari ilmu, ketika itu beliau masih berdagang.
3. Dasar-Dasar
Istinbath Mazhab Imam Abu Hanifah
Mazhab
abu Hanifah adalah gambaran yang hidup dan jelas bagi relevansi Hukum
Islam dengan tuntutan masyarakat, beliau mendasarkan mazhabnya pada :
a.
Al-Qur’an: Alqur’an
merupakan sumber pokok huku islam sampai akhir zaman.
b.
Hadits:
Hadits merupakan penjelas dari pada Al-Qur’an yang asih bersifat umum.
c.
Aqwalus shahabah
(Ucapan Para Sahabat): ucapan para sahbat menurut Imam hanafi itu sangat
penting karena menurut beliau para sahabat merupakan pembawa ajaran rasul
setelah generasinya.
d.
Qiyas:
beliau akan menggunakan Qiyas apa bila tidak ditemukan dalam Nash Al-Qur’an, Hadits,
maupun Aqwalus shahabah. Beliau menghubungkan sesuatu yang belum adda
hukumannya kepada nas yang ada setelah memperlihatkan illat yang sama antara
keduanya.
e.
Al-Istihsan:
merupakan kelanjutan dari Qiyas. penggunaan Ar-Ra’yu lebih menonjol lagi,istihsan
menurut bahasa adalah “menganggap lebih baik”, menurut ulama Ushul Fiqh
Istihsan adalah meninggalkan ketentuan Qiyas yang jelas Illatnya untuk
mengamalkan Qiyas yang bersifat samar.
f.
Urf, penderian beliau adalah mengambil yang sudah diyakini
dan dipercayai dan lari dalam keburukan serta memeperhatikan muamalah-muamalah manusia dan apa yang mendatangkan maslahat
bagi mereka. Beliau menggunakan segala urusan (bila tidak ditemukan dalam
Al-Qur’an ,As-Sunnah dan Ijma’ atau Qiyas ), beliau akan menggunakan Istihsan
selama dapat di lakukannya, jika tidak bisa digunakan dengan istihsan maka
beliau kembalikan kepada Urf manusia.
4. Pendirian
Imam Abu Hanifah tentang Taqlid
Sebagai
seorang ulama, beliau tidak membenarkan seorang bertaklid buta dengan
beliau (tidak mengetahui dasar/dalil yang digunakan). Begitu juga kepada para
Ulama beliau menginginkan seorang bersikap kritis dalam menerima fatwa dalam
ajaran agama.
Dalam
mengistinbatkan hukum, beliau melihat terlebih dahulu kepada kitabullah, bila
tifdak ditemukan dilanjutkan kepada sunnah jika tidak ditemukan pula dalam
sunnah beliau melihat kepada perkataan para sahabat, lalu beliau menggunakan
jalan pikiran untuk mengambil pendapat mana yang sesuai dengan jalan pikiran
dan ditinggalkan mana yang tidak sesuai.
B. IMAM
MALIK
1. Kehidupan
Imam Malik
Imam
malik dilahirkan dikota Dzu Al-muruwah di selatan kota madinah, lalu pindah ke
aqiq dan kemudian pindah ke madinah, menurut riwayat beliau dilahirkan dimadinah
pada tahun 93 H, namun ada yang mengatakan pula pada tahun 91 H,94 H, 95 H, 96
H, bahkan ada pula yang mengatakan tahun 97 H. diriwayatkan ibunya mengandung
beliau selama dua tahun, ada lagi yang mengatakan tiga tahun, beliau bernama
asli malik bin Anas bin Malik bin Abu amir bin amr bin ghaimah bin Khutsail bin
amr bi Harits ia termasuk bani taim bin Murrah.[4]
Kakek
keduanya, abu Amir bin Amr adalah seorang sahabat Rasulullah SAW, sedangkan
kakek pertamanya, malik bin Abu Amir adalah salah satu tokoh Tabi’in.
2. Pendidikan
Imam Malik
Imam
Malik berguru kepada banyak guru diantaranya adalah Abdurrahman ibnu hurmuz,
Rabi’ah bi Abdurrahman Farrukh, ati’ budak Abdullah bin Umar, Ja’far bin Muhammad Baqir, Muhammad bin Muslim
Az-Zuhri, Abdurrahman Dzakwan, Yahya bin Sa’id Al-Anshari, Abu hazim Salamah
bin Dinar, dan guru-gurunya yang lain dari kalangan tabi’in, seperti yang di
ungkapkan oleh An-Nawawi.
Imam
malik menurut riwayat An-Nawawi bahwa imam Malik berguru kepada 900 guru, 300
dari kalangan tabi’in, dan 600 dari kalangan tabi’it tabi’in yang terdiri dari
ulama yang ia pilih, ia akui agamanya, fiqihnya, pemenuhan kewajiban
periwayatan dan syarat-syaratnya, serta ia percaya.
3. Dasar-Dasar
Istinbath Mazhab Imam Malik
Mazhab Imam Malik adalah sebagai
berikut:
a.
Al-qur’an: Al-Qur’an merupakan sumber
utama dan pertama dalam pengambilan hukum. Karena Al-Qur’an adalah perkataan
Allah yang merupakan petunjuk kepada ummat manusia dan diwajibkan untuk
berpegangan kepada Al-Qur’an.
b.
Sunnah rasul yang beliau pandang sah.
c.
Ijma’ para Ulama Madinah, tetapi beliau
kadang-kadang menolak hadits apabila nyata-nyata berlawanan atau tidak
diamalkan oleh para ulama madinah.
d.
Qiyas : Qiyas menurut bahasanya berarti
mengukur, secara etimologi kata itu berasal dari kata Qasa. Yang disebut Qiyas
ialah menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hukum karena adanya sebab antara keduanya.
e.
Mashalih Mursalah (Istislah): Maslahah mursalah
menurut lughat terdiri atas dua kata, yaitu maslahah dan mursalah.
Kata mursalah berasal dari kata bahasa arab sholaha- yasluhu
menjadi sholhan atau mashlahatan yang berarti sesuatu yang
mendatangkan kebaikan, sedangkan kata mursalah berasal dari kata kerja
yang ditafsirkan sehingga menjadi isim maf’ul, yaitu: arsala- yursilu-
irsalan- mursalan yang berarti diutus, dikirim atau dipakai
(dipergunakan). Perpaduan dua kata menjadi “maslahah mursalah” yang
berarti prinsip kemaslahatan (kebaikan) yang dipergunakan menetapkan suatu
hukum islam, juga dapat berarti suatu perbuatan yang mengandung nilai baik
(manfaat).
4. Pendirian
Imam Malik tentang Taqlid
Imam Malik, imam
penduduk Madinah, berkata :
Sesungguhnya saya adalah manusia biasa,
yang dapat salah dan dapat juga benar. maka perhatikan secara kritis pendapatku.
Jika sesuai dengan kitab dan Sunnah ambillah, dan setiap pendapat yang tidak
sesuai dengan kitab dan Sunnah tinggalkanlah.
Setiap orang sesudah Nabi dapat diambil
ucapannya dan dapat pula ditinggalkan, kecuali, Nabi Muhammad SWA.
D.
IMAM AS-SYAFI’I
1. Kehidupan
Imam Syafi’i
Syafi’i
lahir di Gaza, palestina pada tahun 150
Hijriyah inilah pendapat paling masyhur dikalangan ulama namun ada juga riwayat
ynag mengatakan bahwa imam syafi’I lahir di daerah Asqalan, sebuah daerah yang
berjarak kuarang lebih tiga Fasakh (8KM) dari Gaza dan sejauh dua atau tiga
marhala, dari Baitul maqdis, bahkan ada juga yang mengatakan bahwa beliau
dilahirkan di Yaman. Namun menurut An-Nawawi “pendapat paling masyhur yang
dipegang oleh jumhur ulama bahwa imam Syafi’I lahir di Gaza”
Nama
lengkap beliau adalah: Abu Abdullah bin Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman
bin Syafi’I bin Sa’id bin Ubaid bin abu Yazid bin Hasyim bin Muthalib bin Abdu
Manaf, nasabnya samapai kepada rasulullah saw, pada kakeknya Abdu Manaf, oleh
karena itu ia dikatakan tentang Syafi’I, “cucu sepupu Nabi saw”.
2. Pendididkan
Imam Syafi’I
Imam
Syafi’I hafal Al-qur’an ketika umurnya masih beliau, kemudian beliau juga
menghafal hadist dan berhasil menghafalnya, ubeliau sangat ertarik kepada
kaidah-kaidah Arab dan kalimat-kalimtnya, demi hal itu ia pergi ke pedalaman
dan tinggal bersama kabilah Hudzail sekitar sepuluh tahun.
Pertama
beliau berguru kepada Syaikhnya, Muslim Khalid Az-Zinzi dan imam-imam makkah
lainnya lalu belia pergi ke Madinah kala berusia 13 tahun, ia tetap berguru
kepada malik hingga ia wafat.
Diantara
guru-guru syafi’I di makkah antara lain: Muslim bin Khalid Az-Zinzi, Sufyan bin
Umayah, Sa’id bin Salim Al-Qidah, Daud bin Abdurrhaman Al-Athar, dan Abdul
Hamid bin Abdul Aziz bin Abu Daud.
Dan
diantara guru-gurunya di Madinah antara lain: Malik bin Anas (Imam Malik),
Ibrahim bin Sa’ad Al-Anshari, Abdul Aziz bin Muhammad Ad-darawardi, Ibrahim bin
Yahya Al-asami, Muhammad bin Sa’id bin Abdu Fadik, dan Abdullah bin Nafi
Ash-Shaigh.
3. Dasar-Dasar
Mazhab Imam Syafi’I
Mazhab Imam syafi’i adalah sebagai
berikut:
a.
Al-qur’an: Alqur’an merupakan sumber
pokok huku islam sampai akhir zaman.
b.
Hadits; Sumber kedua
dalam menentukan hukum ialah sunnah Rasulullah SAW. Karena Rasulullah yang
berhak menjelaskan dan menafsirkan Al-Qur’an, maka As-Sunnah menduduki tempat
kedua setelah Al-Qur’an
c.
Ijma’
Yang disebut Ijma’ ialah kesepakatan para Ulama’ atas suatu hukum setelah
wafatnya Nabi Muhammad SAW. Karena pada masa hidupnya Nabi Muhammad SAW seluruh
persoalan hukum kembali kepada Beliau. Setelah wafatnya Nabi maka hukum
dikembalikan kepada para sahabatnya dan para Mujtahid.
d.
Qiyas
e.
Istishab; Istishhab secara bahasa
adalah menyertakan, membawa serta dan tidak melepaskan sesuatu.
4. Pendirian
Imam Syafi’I terhadap Taqlid
Beliau
selalu member peringatan terhadap murid-muridnya agar tidak begitu saja
menerima apa-apa yang disampaikan oleh beliau samapikan dalam masalah agama,
yang tidak ada nashnya dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah.
Diantara
nasihat beliau tentang taqlid buta, beliau pernah berkata kepada muridnya yaitu
Imam Ar-Rabi : “Ya Abi Ishak, janganlah engkau bertaklid kepadaku, dalam
tiap-tiap yang apa aku atinga, dan pikirkanlah benar-benar bagi dirimu sendiri
karena ia adalah urusan agama”.
Dari
pernyataan tersebut di atas kiranya cukup jelas pendapat imam Syafi’I tentang
taklid buta sungguh beliau melarang taklid buta kepada beliau dan kepada para
ulama lainnya dalam urusan hokum-hukum agama.
E. IMAM
IBNU HANBAL
1. Kehidupan
Ibnu Hanbal
Ibnu
hanbal lahir pada tahun 164 hijriyah di Baghdad setelah ibunya membawanya
pindah ketika ia masih dalam kandungan dari kota marwa tempat tinngal ayahnya
kekota bagdad.Ia adalah Abu aabdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal
bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin ‘Auf bin
Qasit bin Mazin bin Syaiban Al-Marwazi lalu Al-Baghdadi, nasab ibnu hanbal
sampai kepada rasulullah saw, pada Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Penisbatan Inbu
Hanbal yang terkenal adalah kepada kakeknya Hanbal, maka orang-orang mengatakan
Ibnu Hanbal.
2. Pendidikan
Ibnu Hanbal
Ibnu
Hanbal hafal Al-Qur’anul Karim, mempelajari Ilmu Bahasa, dan belajar membaca
dan menulis di diwan (tempat belajar dan menulis). Ibnu Hanbal pertama kali
belajar kepada Abu yusuf Ya’kub bin Ibrahim Al-Qadhi, murid abu hanifah
kepadanya ia belajar hadist dan fiqih, karenanya Abu Yusuf dikenal sebagai guru
pertama Ibnu Hanbal.
Namun
pengaruh Abu Yusuf tidak begitu kuat
tertanam dalam jiwa Ibnu Hanbal sehingga ada yang berpendapat bahwaa Abu Yusuf
bukan guru pertamanya. Sementara guru pertamanya adalah Hasyim bin Basyir bin
Kazim Al-Wasiti, karena ia adalah guru yang palin kuat pengaruhnya kepada Inbu
Hanbal, Ibnu Hnbal berguru kepadanya selama empat tahun.
Disela-sela
berguru kepada Hasyim, Ibnu Hanbal juga berguru kepada Umair bin Abdullah
bin Khalid, Abdurrahman bin Mahdi, dan Abu bakar bin Iyasy. Imam Syafi’I adalah
salah satu guru dari Ibnu Hanbal, bahkan ada yang mneganggap bahwa Syafi’I
merupakan guru kedua dari ibnu hanbal setelah Hasyim. Muhammad bin ishaq bi
Khuzaimah mangatakan “Ahmad bin Hanbal tidak lain hanyalah merupakan salah
satu pelayan Syafi’I”. ia juga berguru kepada Ibrahim bin Sa’ad, Yahya
Al-Qathan, Waki’ juga berguru kepada Sufyan bin Uyainah (pengganti Imam Malik).
3. Dasar-Dasar
Mazhab Imam Ibnu Hanbal
Mazhab Imam Ibnu Hanbal adalah sebagai
berikut:
a.
Al-qur’an dan Hadits:
yakni beliau jika telah mnemukan nahs dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits maka
beliau tidak memperhatikan dalil-dalil yang lain dan juga kepada pendapat para
sahabat yang menyalahinya.
b.
Fatwa Shahaby:
yaitu ketika beliau tidak mendapatkan nash dan beliau mendapati suatu
pendapat yang tidak diketahuinya bahwa hal itu ada yang menentangnya, maka
beliau berpegang kepada pendapat ini, dengan tidak memenadang bahwa pendapat
itu merupakan ijma’.
c.
Pendapat Sebagian Sahabat yaitu
mengambil pendapat yang lebih dekat kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, terrkadang
beliau tidak memberikan fatwa jika tidk memperoleh Pentarjih atas suatu
pendapat.
d.
Hadits Mursal atau
Da’if: Mursal menurut bahasa merupakan
isim maf’ul yang berarti dilepaskan. Sedangkan hadits mursal menurut istilah
adalah hadits yang gugur perawi dari sanadnya setelah tabi’in. Seperti bila
seorang tabi’in mengatakan,”Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda
begini atau berbuat begini”.
e.
Qiyas: akan dipakai jika
benar-benar tidak ada ketentuan-ketentuan hukumnya dari poin a-d tersebutd di
atas, namun Qiyas ini mendapat posisi yang kecil dalam penentuan Hukum (pada
masa tersebut), namun tidak menutup kemunkinan Qiyas akan menjadi penting di
masa yang akan datang.
4. Pendirian
Imam Ibnu Hanbal terhadap taklid
Imam
Ibnu Hanbal merupakan seorang ahli sunnah dan ahli Atsar, dan beliau sangat
keras terhadap penggunaan ra’yu, maka demikian Imam Ibnu Hanbal pailng keras
terhadap taqlid buta dan orang yang bertaqlid terhadap urusan agama. Pendirian
beliau yang seperti itu dapat dibuktikan dengan ucapannya yang beliau sampaikan
kepada salah atu muridnya seperti Imam Abu Dawud pernah mendengar bahwa Imam
Ibnu Hanbal Berkata “janganlah engkau bertaqlid kepada saya, Imam Malik, Imam
Syafi’I, dan janganlah pula kepada Tsauri tetapi ambillah olehmu darimana mereka Itu mengambil”. Dari perkataan
beliau, jelas ras terhadap beliau melarang keras terahadap taqlid, dan beliau
memerinntahkan supaya orang mengambil segala sesuatu dari sumbber yang telah
mereka ambil (para Imam)
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Kata muqaranah berarti membandingkan,
dan kata muqaranah sendiri, kata yang menunjukkan keadaan atau hal yang berarti membandingkan atau perbandingan.
Membandingkan di sini adalah membandingkan antara dua perkara atau lebih. Fiqih
muqaranah itu adalah suatu ilmu yang
menjelaskan hukum islam dalam berbagai masalah,dengan mengemukakan pendapat
para mujtahid,masalah-masalah mana yang di sepakati dan di perselisihkan oleh
mereka, baik hokum,dalil dalil, maupun kaidah-kaidah ushul yang di pergunakan
oleh masing-masing mujtahid.kata mazhab mempunyai tiga arti yaitu: pertama,
pendirian,kepercayaan,idiologi. Kedua, jalan atau system. Ketiga, sumber,
patokan,pendapat yang kuat.
Berdasarkan hasil penelitian dari
sejumlah buku pengertian mazhab dalam
istilah fuqaha’, mempunyai dua pengertian yaitu sebagai berikut:
1)
Mazhab adalah pendapat salah seorang imam mujtahid mengenai
hukum masalah ijtihad.
2)
Mazhab adalah pendapat salah sorang imam mujtahid
mengenai kaidah-kaidah penggalian hokum
(istinbat) dari dalil-dalil yang mu’tabar.
Menurut Bahasa “mazhab” berasal
dari shighah mashdar mimy (kata sifat) dan isim makan (kata
yang menunjukkan tempat) yang diambil dari fi’il madhi “dzahaba”
yang berarti “pergi”. Sementara menurut Huzaemah Tahido Yanggo bisa
juga berarti al-ra’yu yang artinya “pendapat”.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz, Muh Azzam dan Abdul Wahab Sayyed.fiqih Ibadah;
Jakarta: Amzah, 2010.
Hasan Muhammad Ali. 1997
Perbandingan mazhab fiqih Cet.. I.PT Raja Grafindo Persada:Jakarta
Hasan Muhammad Ali. Perbandingan
mazhab. Edisi. 1.Cet.II;
Jakarta: Raja Grafindo Persada.1996