Sabtu, 26 April 2014

muqaranal filmazahib


BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Perbandingan Madzhab adalah upaya untuk mengetahui pendapat-pendapat para imam Mazhab dalam berbagai masalah yang diperselisihkan hukumnya disertai dalil-dalil atau alasan yang dijadikan dasar bagi setiap pendapat dan cara istinbath hukum.Setiap imam mujtahid dalam mengeluarkan pendapat-pendapatnya pada hakikatnya tidak menyimpang dan tidak keluar dari dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Perbandingan mazhab dimaksud bukan bertujuan untuk meremehkan atau mencari kelemahan suatu pendapat imam madzhab tertentu, melainkan untuk mencari alternative yang paling benar diantara pendapat-pendapat para imam madzhab yang sudah benar. Selain itu, perbandingan madzhab juga mencari dalil-dalil yang menjadi sumber rujukan utama (al-Quran dan Sunnah), karena pada hakikatnya kewajiban kita bukan mengikuti pendapat madzhab tetapi mengikuti dalil yang dijadikan sumber oleh ulama madzhab. Ulama madzhab sendiri telah menganjurkan untuk tidak mengikuti madzhab mereka melainkan dalil al-Quran dan Sunnah yang dijadikan sumber oleh mereka, juga menyarankan untuk meninggalkan pendapat mereka jika bertentangan dengan al-Quran dan Sunnah.
B.   Rumusan Masalah           
 Berdasarkan pokok pikiran yang tertuang dalam latar belakang di atas serta untuk terarahnya makalah ini. Maka masalah yang dibahas dalam makalah ini adalah:
1.   Pengertian Muqaaran Dan Mazhab
2.   Pengertian Mazhab
3.   Pola Pemikiran Dan Dasar-Dasar Istinbat Hukum Imam-Imam Mazhab.

BAB II
PEMBAHASAN
A.   Pengertian Muqaaran Dan Mazhab
Kata muqaranah berarti membandingkan, dan kata muqaranah sendiri, kata yang menunjukkan keadaan atau hal  yang berarti membandingkan atau perbandingan. Membandingkan di sini adalah membandingkan antara dua perkara atau lebih. Fiqih muqaranah itu adalah  suatu ilmu yang menjelaskan hukum islam dalam berbagai masalah,dengan mengemukakan pendapat para mujtahid,masalah-masalah mana yang di sepakati dan di perselisihkan oleh mereka, baik hokum,dalil dalil, maupun kaidah-kaidah ushul yang di pergunakan oleh masing-masing mujtahid.kata mazhab mempunyai tiga arti yaitu: pertama, pendirian,kepercayaan,idiologi. Kedua, jalan atau system. Ketiga, sumber, patokan,pendapat yang kuat.
Berdasarkan hasil penelitian dari sejumlah buku  pengertian mazhab dalam istilah fuqah’, mempunyai dua pengertian yaitu sebagai berikut:
1.   Mazhab adalah pendapat salah seorang imam mujtahid mengenai hokum masalah ijtihad.
2.   Mazhab adalah pendapat salah sorang imam mujtahid mengenai  kaidah-kaidah penggalian hokum (istinbat) dari dalil-dalil yang mu’tabar.
Dari keterangan tersebut,dapat di simpulkan bahwa arti mazhab menurut istilah adalah “hasil-hasil ijtihad seorang imam (mujtahid mutlaq mustaqil) tentang hukum suatu masalah  atau kaidah-kaidah istinbat.”
Mazhab menurut pengertian pertama identik dengan fikih. Oleh karena fikih sama dengan hasil ijtihad, berarti pula nazhab sama dengan ijtihad. Dengan demikian ketiga istlah tersebut (fikih  ijtihad,dan mazhab) mempunyai arti yang sama. Jika di katakana misalnya menyentuh wanita yang bukan mahram membatalkan wudhu menurut mazhab syafi’i artinya ialah bahwa perbuatan itu membatalkan wudhu menurut fikih syafi’i atau sesuai dengan hasil ijtihad syafi’i. demikian juga jika di katakan, tidak membatalkan menurut mazhab hanafi.
Tegasnya, mazhab menurut pengertian pertama adalah hasil ijtihad seorang imam mujtahid tentang hukum suatu permasalahan yang belum di tegaskan oleh nas.Atas dasra ini, mazhab hanya terdapat pada masalah-masalah zanniyyah atau ijtihadiyah.oleh karena itu, sangatlah tidak tepat jika di katakan,misalnya hukum shalat lima waktu , puasa ramadhan, dan zakat adalah wajib, dan  hukum berzina adalah haram  menurut mazhab syafi’i atau menurut mazhab hanbali dan sebagainya”.sebab, masalah-masalah tersebut tidak termasuk masalah ijtihadi, melainkan masalah yang status hokum bersifat qat’i karena ada nas-nya (yang qat’i)  dalam Alquran dan hadis, atau termasuk al- ma’lum min ad-din bil ad-darurah.[1]
Apabila berpegang pada arti pertama, yaitu pendapat hokum salah seorang imam , dalam hal ini mujtahid mutlaq, maka semua pendapat para mujtahid mazhab, mujtahid fatwa, dan mujtahid tarjib tidak dapat di katakan sebagai ’’pendapat menurut mazhab syafi’i ‘’, misalnya, padahal sangat banyak masalah-masalah fikih dalam lingkungan mazhab syafi’i  yang ketentuan hukum tidak di keluarkan oleh imam syafi’i sendiri. Hal serupa terdapat pula dalam mazhab-mazhab lain, seprti maliki,hanafi,hanbali.
Sebaliknya, jika berpegang arti kedua, yaitu qawa’idul istinbat, maka setiap hukum yang di keluarkan dari dalil-dalil yang mu’tabar oleh mujtahid mazhab, mujtahid fatwa, mujtahid tarjib berdasarkan kaidah-kaidah istinbat yang di buat oleh imam syafi’i, misalnya tidak dapat di katakan sebagai telah keluar dari mazhab syafi’i.
Berdasarkan pada kenyataan dan pada pengertian yang terkandung dalam definisi fikih yaitu mengambil hukum dari dalil-dalil tafsliy yang menghendaki adanya kaidah-kaidah istinbat, menurut saya, arti kata mazhab haruslah diartikan dengan kedua arti tersebut. Yaitu “pendapat imam mujtahid mutlaq mengenai hukum allah dalam masalah-masalah ijtihad dan kaidah-kaidah istinbat yang di buatnya”, dengan catatan manakala kata mazhab di-isnad (di hubung) kan kepada orang awan atau orang yang belum sampai pada martabat ijtihad, maka hal ini menjadi qarinah bahwa yang di maksudkan adalah “arti yang pertama” dan manakala di isnadkan kepada ulama, maka yang di maksudkan adalah “arti yang kedua”.Dengan demikian, kata mazhab dalam istila merupakan lafaz musytarak (mempunyai lebih dari satu arti).
Tegasnya, jika di katakan ,”seseorang yang bermazhab dengan mazhab imam syafi’i, artinya orang tersebut berpendapat tentang hukum Allah dalam masalah-masalah ijtihadi menurut pendapat imam syafi’i atau orang itu mengeluarkan hukum-hukum Allah dalam masalah-masalah ijtihad menurut kaidah-kaidah istinbat yang di rumuskan oleh imam syafi’i”.
Jika di katakan, “orang itu tidak bermazhab”, artinya tidak mempunyai pendapat tentang hukum Allah dalam masalah-masalah ijtihad menurut menurut salah seorang imam atau tidak mempunyai kaidah-kaidah istinbat.
B.   Pengertian Mazhab
Menurut Bahasa “mazhab” berasal dari shighah mashdar mimy (kata sifat) dan isim makan (kata yang menunjukkan tempat) yang diambil dari fi’il madhi “dzahaba” yang berarti “pergi”. Sementara menurut Huzaemah Tahido Yanggo bisa juga berarti al-ra’yu yang artinya “pendapat”.
Sedangkan secara terminologis pengertian mazhab menurut Huzaemah Tahido Yanggo,  adalah pokok pikiran atau dasar yang digunakan oleh imam Mujtahid dalam memecahkan masalah, atau mengistinbatkan hukum Islam. Selanjutnya Imam Mazhab  itu berkembang pengertiannya menjadi kelompok umat Islam yang mengikuti cara istinbath Imam Mujtahid tertentu atau mengikuti pendapat Imam Mujtahid tentang masalah hukum Islam.
Jadi bisa disimpulkan bahwa yang dimaksud mazhab meliputi dua pengertian
a.    Mazhab  adalah  jalan pikiran atau metode yang ditempuh seorang Imam Mujtahid dalam menetapkan hukum  suatu peristiwa berdasarkan kepada al-Qur’an dan hadis.
b.   Mazhab adalah fatwa atau pendapat seorang Imam Mujtahid tentang hukum suatu peristiwa yang diambil dari al-Qur’an dan hadis.
Dalam perkembangan mazhab-mazhab fiqih telah muncul banyak mazhab fiqih. Menurut Ahmad Satori Ismail,  para ahli sejarah fiqh telah berbeda pendapat sekitar bilangan mazhab-mazhab. Tidak ada kesepakatan para ahli sejarah fiqh mengenai berapa jumlah sesungguhnya mazhab-mazhab yang pernah ada. 
Namun dari begitu banyak mazhab yang pernah ada,  maka hanya beberapa mazhab saja yang bisa bertahan sampai sekarang. Menurut M. Mustofa Imbabi, mazhab-mazhab yang masih bertahan sampai sekarang  hanya tujuh mazhab saja yaitu : mazhab hanafi, Maliki, Syafii, Hambali, Zaidiyah, Imamiyah dan Ibadiyah. Adapun mazhab-mazhab lainnya telah tiada.
Dari pengertian sebelumnya telah di kemukakan bahwa kata mazhab haruslah di artikan dengan dua arti yang di kandungnya, yaitu mazhab dengan arti qaulan (pendapat imam mujtahid mutlaq tentang hukum masalah ijtihad, fikih) dan mazhab dengan arti qa’idatan (kaidah-kaidah pengggalian istinbat hukum,kaidah-kaidah usuliyah). Impilikasi dari pengertian ini ialah bahwa semua pendapat hukum ijtihad yang di kemukakan oleh seorang mujtahid mutlaq maupun yang di gali oleh mujtahid di bawahnya dengan menggunakan kaidah istinbat yang di rumuskan oleh mujtahid mutlaq tersebut dipandang sebagai mazhabnya.pengertian inilah yang di maksudkan dengan mazhab dalam istilah “perbandingan mazhab”. Oleh karena itu, istilah perbandngan mazhab biasa di sebut pula dengan istilah fikih perbandingan (al-fiqh al-muqaran).[2]
C.   Pola Pemikiran Dan Dasar-Dasar Istinbat Hukum Imam-Imam Mazhab
Para imam mujtahid seperti imam abu hanifah, maliki, syafi’i dan imam ahmad bin hanbal, sudah cukup di kenal di Indonesia oleh sebagian besar umat islam. Bagi ilmuwan selain imam mazhab yang empat itu juga mereka kenal seperti imam Daud Az-Zahiri,imam syi’ah zaidiyah, syi’ah imamiyah dan imam mujtahid lainnya.akan tetapi untuk mengetahui pola pemikiran masing-masing imam mazhab itu sangat terbatas.bahkan ada yang cenderung hanya ingin mengalami mazhab tertentu saja. Hal ini di sebabkan karena pengaruh lingkungan atau karena ilmu yang di terima hanya dari ulama atau guru yang menganut suatu mazhab saja.
Menganut suatu aliran mazhab saja sebenarnya tidak ada larangan, tetapi jangan hendaknya menutup pintu rapat-rapat sehingga tidap melihat pemikiran-pemikiran yang ada pada mazhab lain yang juga bersumber dari Alquran dan sunnah rasulullahi SAW. Hal di maksudkan agar seseorang tidak fanatik kepada satu mazhab.
Andaikata sukar menghindari kefanatikan kepada suatu mazhab sekurang-kurangnya mampu menghargai pendapat orang lain yang berbeda  dengan pendapatnya. Di bawah ini akan di kemukakan beberapa tokoh imam mazhab.
A.   IMAM HANAFI
1.   Kehidupan Imam Abu Hanifah
Abu Hanifah merupakan imam pertama dari keempat imam  dan yang paling dahulu lahir  juga wafatnya, ia mampu memeperoleh kedudukan yang terhormat dalam masyarakat yang menghimpun faktor-faktor positif dan faktor-faktor negative, sehingga tidak heran ia di juluki Imam A’zham (pemimpin terbesar), ia juga dikenal sebagai fakih irak, dan imam Ar-Ra’y (Imam Aliran Rasional)
Beliau dilahirkan di kota Kuffah, pada tahun 80 H (699 M), beliau benama asli Nu’mam bin Tsabit Bin Zhauth Bin Mah, ayah beliau keturunan bangsa persi ( Kabul Afganistan) yang menetap di Kuffah, tsabit bapak dari abu hanifah lahir sebagai seorang muslim dan diriwayatkan dia berasal dari bangsa anbar. Adapula ia mukim di tirtmidzi, ada lagi yang mengatakan ia bermukim di Nisa, bisa jadi ia bermukim di tiap-tiap kota itu sementara waktu. Ia adalah seorang pedagang yang kaya dan taat beragama, sebagai mana ia pernah bertemu dengan ali bin Abi Thalib, lalu sang imam mendoakan dan keturunananya dengan kebaikan dan keberkahan.pada masa beliau di lahirkan pemerintah islam berada di tangan Abd. Malik bin warwan, raja bani umayyah yang ke 5.[3]
2.   Pendidikan Imam abu Hanifah
pada masa abu hanifah terdapat empat sahabat, mereka adalah: Anas bin Malik, Abdullah bin Abu Aufa, Sahl bin Sa’ad dan Abu Thufail, mereka adalah sahabat-sahabta yang paling akhir wafat, namun abu Hanifah tidak Berguru kepada mereka.
Mengapa tidak berguru kepada mereka?, mungkin diantara mereka ada yang sudah wafat sedang abu hanifah masih kecil, seperti Abdullah bin Aufa yang meninggal pada tahun 87 hijriyah sehinggga umur abu hanifah pada waktu  itu baru 7 tahun, dan seperti abu Sahl bin Sa’ad yang wafat tahun 88 atau 91 hijriyah dan umur Imam Hanafi baru berumur 11 tahun. Sementara Anas bin Malik wafat pada tahun 90 atau 92 atau 95 hijriyah dan abu Hanifah berumur 15 tahun dan belum mulai mencari ilmu, ketika itu beliau masih berdagang.
3.   Dasar-Dasar Istinbath Mazhab Imam Abu Hanifah
Mazhab abu Hanifah adalah gambaran yang hidup dan jelas bagi relevansi  Hukum Islam dengan tuntutan masyarakat, beliau mendasarkan mazhabnya pada :
a.    Al-Qur’an: Alqur’an merupakan sumber pokok huku islam sampai akhir zaman.
b.   Hadits:  Hadits merupakan penjelas dari pada Al-Qur’an yang asih bersifat umum.
c.    Aqwalus shahabah (Ucapan Para Sahabat): ucapan para sahbat menurut Imam hanafi itu sangat penting karena menurut beliau para sahabat merupakan pembawa ajaran rasul setelah generasinya.
d.      Qiyas: beliau akan menggunakan Qiyas apa bila tidak ditemukan dalam Nash Al-Qur’an, Hadits, maupun Aqwalus shahabah. Beliau menghubungkan sesuatu yang belum adda hukumannya kepada nas yang ada setelah memperlihatkan illat yang sama antara keduanya.  
e.    Al-Istihsan: merupakan kelanjutan dari Qiyas. penggunaan Ar-Ra’yu lebih menonjol lagi,istihsan menurut bahasa adalah “menganggap lebih baik”, menurut  ulama Ushul Fiqh Istihsan adalah meninggalkan ketentuan Qiyas yang jelas Illatnya untuk mengamalkan Qiyas yang bersifat samar.
f.     Urf, penderian  beliau adalah mengambil yang sudah diyakini dan dipercayai dan lari dalam keburukan serta memeperhatikan muamalah-muamalah  manusia dan apa yang mendatangkan maslahat bagi mereka. Beliau menggunakan segala urusan (bila tidak ditemukan dalam Al-Qur’an ,As-Sunnah dan Ijma’ atau Qiyas ), beliau akan menggunakan Istihsan selama dapat di lakukannya, jika tidak bisa digunakan dengan istihsan maka beliau kembalikan kepada Urf manusia.
4.   Pendirian Imam Abu Hanifah tentang Taqlid
Sebagai seorang ulama, beliau tidak membenarkan seorang bertaklid buta dengan beliau (tidak mengetahui dasar/dalil yang digunakan). Begitu juga kepada para Ulama beliau menginginkan seorang bersikap kritis dalam menerima fatwa dalam ajaran agama.
Dalam mengistinbatkan hukum, beliau melihat terlebih dahulu kepada kitabullah, bila tifdak ditemukan dilanjutkan kepada sunnah jika tidak ditemukan pula dalam sunnah beliau melihat kepada perkataan para sahabat, lalu beliau menggunakan jalan pikiran untuk mengambil pendapat mana yang sesuai dengan jalan pikiran dan ditinggalkan mana yang tidak sesuai.
B.   IMAM MALIK
1.   Kehidupan Imam Malik
Imam malik dilahirkan dikota Dzu Al-muruwah di selatan kota madinah, lalu pindah ke aqiq dan kemudian pindah ke madinah, menurut riwayat beliau dilahirkan dimadinah pada tahun 93 H, namun ada yang mengatakan pula pada tahun 91 H,94 H, 95 H, 96 H, bahkan ada pula yang mengatakan tahun 97 H. diriwayatkan ibunya mengandung beliau selama dua tahun, ada lagi yang mengatakan tiga tahun, beliau bernama asli malik bin Anas bin Malik bin Abu amir bin amr bin ghaimah bin Khutsail bin amr bi Harits ia termasuk bani taim bin Murrah.[4]
Kakek keduanya, abu Amir bin Amr adalah seorang sahabat Rasulullah SAW, sedangkan kakek pertamanya, malik bin Abu Amir adalah salah satu tokoh Tabi’in.
2.   Pendidikan Imam Malik
Imam Malik berguru kepada banyak guru diantaranya adalah Abdurrahman ibnu hurmuz, Rabi’ah bi Abdurrahman Farrukh, ati’ budak Abdullah bin Umar, Ja’far  bin Muhammad Baqir, Muhammad bin Muslim Az-Zuhri, Abdurrahman Dzakwan, Yahya bin Sa’id Al-Anshari, Abu hazim Salamah bin Dinar, dan guru-gurunya yang lain dari kalangan tabi’in, seperti yang di ungkapkan oleh An-Nawawi.
Imam malik menurut riwayat An-Nawawi bahwa imam Malik berguru kepada 900 guru, 300 dari kalangan tabi’in, dan 600 dari kalangan tabi’it tabi’in yang terdiri dari ulama yang ia pilih, ia akui agamanya, fiqihnya, pemenuhan kewajiban periwayatan dan syarat-syaratnya, serta ia percaya.
3.   Dasar-Dasar Istinbath Mazhab Imam Malik
Mazhab Imam Malik adalah sebagai berikut:
a.    Al-qur’an: Al-Qur’an merupakan sumber utama dan pertama dalam pengambilan hukum. Karena Al-Qur’an adalah perkataan Allah yang merupakan petunjuk kepada ummat manusia dan diwajibkan untuk berpegangan kepada Al-Qur’an.
b.   Sunnah rasul yang beliau pandang sah.
c.    Ijma’ para Ulama Madinah, tetapi beliau kadang-kadang menolak hadits apabila nyata-nyata berlawanan atau tidak diamalkan oleh para ulama madinah.
d.   Qiyas : Qiyas menurut bahasanya berarti mengukur, secara etimologi kata itu berasal dari kata Qasa. Yang disebut Qiyas ialah menyamakan sesuatu dengan sesuatu yang lain dalam hukum  karena adanya sebab antara keduanya.
e.    Mashalih  Mursalah (Istislah): Maslahah mursalah menurut lughat terdiri atas dua kata, yaitu maslahah dan mursalah. Kata mursalah berasal dari kata bahasa arab   sholaha- yasluhu  menjadi  sholhan atau mashlahatan  yang berarti sesuatu yang mendatangkan kebaikan, sedangkan kata mursalah berasal  dari kata kerja yang ditafsirkan sehingga menjadi isim maf’ul, yaitu:  arsala- yursilu- irsalan- mursalan  yang berarti diutus, dikirim atau dipakai (dipergunakan). Perpaduan dua kata menjadi “maslahah mursalah” yang berarti prinsip kemaslahatan (kebaikan) yang dipergunakan menetapkan suatu hukum islam, juga dapat berarti suatu perbuatan yang mengandung nilai baik (manfaat).


4.   Pendirian Imam Malik  tentang Taqlid
Imam Malik, imam penduduk Madinah, berkata :
Sesungguhnya saya adalah manusia biasa, yang dapat salah dan dapat juga benar. maka perhatikan secara kritis pendapatku. Jika sesuai dengan kitab dan Sunnah ambillah, dan setiap pendapat yang tidak sesuai dengan kitab dan Sunnah tinggalkanlah.
Setiap orang sesudah Nabi dapat diambil ucapannya dan dapat pula ditinggalkan, kecuali, Nabi Muhammad SWA.
D.                IMAM AS-SYAFI’I
1.   Kehidupan Imam Syafi’i
Syafi’i  lahir di Gaza, palestina pada tahun 150 Hijriyah inilah pendapat paling masyhur dikalangan ulama namun ada juga riwayat ynag mengatakan bahwa imam syafi’I lahir di daerah Asqalan, sebuah daerah yang berjarak kuarang lebih tiga Fasakh (8KM) dari Gaza dan sejauh dua atau tiga marhala, dari Baitul maqdis, bahkan  ada juga yang mengatakan bahwa beliau dilahirkan di Yaman. Namun menurut An-Nawawi “pendapat paling masyhur yang dipegang oleh jumhur ulama bahwa imam Syafi’I lahir di Gaza”
Nama lengkap beliau adalah: Abu Abdullah bin Muhammad bin Idris bin Abbas bin Utsman bin Syafi’I bin Sa’id bin Ubaid bin abu Yazid bin Hasyim bin Muthalib bin Abdu Manaf, nasabnya samapai kepada rasulullah saw, pada kakeknya Abdu Manaf, oleh karena itu ia dikatakan tentang Syafi’I, “cucu sepupu Nabi saw”.
2.   Pendididkan Imam Syafi’I
Imam Syafi’I hafal Al-qur’an ketika umurnya masih beliau, kemudian beliau juga menghafal hadist dan berhasil menghafalnya, ubeliau sangat ertarik kepada kaidah-kaidah Arab dan kalimat-kalimtnya, demi hal itu ia pergi ke pedalaman dan tinggal bersama kabilah Hudzail sekitar sepuluh tahun.
Pertama beliau berguru kepada Syaikhnya, Muslim Khalid Az-Zinzi dan imam-imam makkah lainnya lalu belia pergi ke Madinah kala berusia 13 tahun, ia tetap berguru kepada malik hingga ia wafat.
Diantara guru-guru syafi’I di makkah antara lain: Muslim bin Khalid Az-Zinzi, Sufyan bin Umayah, Sa’id bin Salim Al-Qidah, Daud bin Abdurrhaman Al-Athar, dan Abdul Hamid bin Abdul Aziz bin Abu Daud.
Dan diantara guru-gurunya di Madinah antara lain: Malik bin Anas (Imam Malik), Ibrahim bin Sa’ad Al-Anshari, Abdul Aziz bin Muhammad Ad-darawardi, Ibrahim bin Yahya Al-asami, Muhammad bin Sa’id bin Abdu Fadik, dan Abdullah bin Nafi Ash-Shaigh.
3.   Dasar-Dasar Mazhab Imam Syafi’I
Mazhab Imam syafi’i adalah sebagai berikut:
a.    Al-qur’an: Alqur’an merupakan sumber pokok huku islam sampai akhir zaman.
b.     Hadits; Sumber kedua dalam menentukan hukum ialah sunnah Rasulullah SAW. Karena Rasulullah yang berhak menjelaskan dan menafsirkan Al-Qur’an, maka As-Sunnah menduduki tempat kedua setelah Al-Qur’an
c.     Ijma’ Yang disebut Ijma’ ialah kesepakatan para Ulama’ atas suatu hukum setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Karena pada masa hidupnya Nabi Muhammad SAW seluruh persoalan hukum kembali kepada Beliau. Setelah wafatnya Nabi maka hukum dikembalikan kepada para sahabatnya dan para Mujtahid.
d.     Qiyas 
e.    Istishab; Istishhab secara bahasa adalah menyertakan, membawa serta dan tidak melepaskan sesuatu.
4.   Pendirian Imam Syafi’I terhadap Taqlid
Beliau selalu member peringatan terhadap murid-muridnya agar tidak begitu saja menerima apa-apa yang disampaikan oleh beliau samapikan dalam masalah agama, yang tidak ada nashnya dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah.
Diantara nasihat beliau tentang taqlid buta, beliau pernah berkata kepada muridnya yaitu Imam Ar-Rabi : “Ya Abi Ishak, janganlah engkau bertaklid kepadaku, dalam tiap-tiap yang apa aku atinga, dan pikirkanlah benar-benar bagi dirimu sendiri karena ia adalah urusan agama”.
Dari pernyataan tersebut di atas kiranya cukup jelas pendapat imam Syafi’I tentang taklid buta sungguh beliau melarang taklid buta kepada beliau dan kepada para ulama lainnya dalam urusan hokum-hukum agama.
E.   IMAM IBNU HANBAL
1.   Kehidupan Ibnu Hanbal
Ibnu hanbal lahir pada tahun 164 hijriyah di Baghdad setelah ibunya membawanya pindah ketika ia masih dalam kandungan dari kota marwa tempat tinngal ayahnya kekota bagdad.Ia adalah Abu aabdullah Ahmad bin Muhammad bin Hanbal bin Hilal bin Asad bin Idris bin Abdullah bin Hayyan bin Abdullah bin Anas bin ‘Auf bin Qasit bin Mazin bin Syaiban Al-Marwazi lalu Al-Baghdadi, nasab ibnu hanbal sampai kepada rasulullah saw, pada Nizar bin Ma’ad bin Adnan. Penisbatan Inbu Hanbal yang terkenal adalah kepada kakeknya Hanbal, maka orang-orang mengatakan Ibnu Hanbal.
2.   Pendidikan Ibnu Hanbal
Ibnu Hanbal hafal Al-Qur’anul Karim, mempelajari Ilmu Bahasa, dan belajar membaca dan menulis di diwan (tempat belajar dan menulis). Ibnu Hanbal pertama kali belajar kepada Abu yusuf Ya’kub bin Ibrahim Al-Qadhi, murid abu hanifah kepadanya ia belajar hadist dan fiqih, karenanya Abu Yusuf dikenal sebagai guru pertama Ibnu Hanbal.
Namun pengaruh Abu Yusuf tidak  begitu kuat tertanam dalam jiwa Ibnu Hanbal sehingga ada yang berpendapat bahwaa Abu Yusuf bukan guru pertamanya. Sementara guru pertamanya adalah Hasyim bin Basyir bin Kazim Al-Wasiti, karena ia adalah guru yang palin kuat pengaruhnya kepada Inbu Hanbal, Ibnu Hnbal berguru kepadanya selama empat tahun.
Disela-sela berguru kepada Hasyim, Ibnu  Hanbal juga berguru kepada Umair bin Abdullah bin Khalid, Abdurrahman bin Mahdi, dan Abu bakar bin Iyasy. Imam Syafi’I adalah salah satu guru dari Ibnu Hanbal, bahkan ada yang mneganggap bahwa Syafi’I merupakan guru kedua dari ibnu hanbal setelah Hasyim. Muhammad bin ishaq bi Khuzaimah mangatakan “Ahmad bin Hanbal tidak lain hanyalah merupakan salah satu pelayan Syafi’I”. ia juga berguru kepada Ibrahim bin Sa’ad, Yahya Al-Qathan, Waki’ juga berguru kepada Sufyan bin Uyainah (pengganti Imam Malik).
3.   Dasar-Dasar Mazhab Imam Ibnu Hanbal
Mazhab Imam Ibnu Hanbal adalah sebagai berikut:
a.    Al-qur’an dan Hadits: yakni beliau jika telah mnemukan nahs dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits maka beliau tidak memperhatikan dalil-dalil yang lain dan juga kepada pendapat para sahabat yang menyalahinya.
b.   Fatwa Shahaby: yaitu ketika beliau tidak mendapatkan nash dan beliau  mendapati suatu pendapat yang tidak diketahuinya bahwa hal itu ada yang menentangnya, maka beliau berpegang kepada pendapat ini, dengan tidak memenadang bahwa pendapat itu merupakan ijma’.
c.    Pendapat Sebagian Sahabat yaitu mengambil pendapat yang lebih dekat kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, terrkadang beliau tidak memberikan fatwa jika tidk memperoleh Pentarjih atas suatu pendapat.
d.    Hadits Mursal atau Da’if: Mursal menurut bahasa merupakan isim maf’ul yang berarti dilepaskan. Sedangkan hadits mursal menurut istilah adalah hadits yang gugur perawi dari sanadnya setelah tabi’in. Seperti bila seorang tabi’in mengatakan,”Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda begini atau berbuat begini”.
e.    Qiyas: akan dipakai jika benar-benar tidak ada ketentuan-ketentuan hukumnya dari poin a-d tersebutd di atas, namun Qiyas ini mendapat posisi yang kecil dalam penentuan Hukum (pada masa tersebut), namun tidak menutup kemunkinan Qiyas akan menjadi penting di masa yang akan datang.
4.   Pendirian Imam Ibnu Hanbal terhadap taklid
Imam Ibnu Hanbal merupakan seorang ahli sunnah dan ahli Atsar, dan beliau sangat keras terhadap penggunaan ra’yu, maka demikian Imam Ibnu Hanbal pailng keras terhadap taqlid buta dan orang yang bertaqlid terhadap urusan agama. Pendirian beliau yang seperti itu dapat dibuktikan dengan ucapannya yang beliau sampaikan kepada salah atu muridnya seperti Imam Abu Dawud pernah mendengar bahwa Imam Ibnu Hanbal Berkata “janganlah engkau bertaqlid kepada saya, Imam Malik, Imam Syafi’I, dan janganlah pula kepada Tsauri tetapi ambillah olehmu  darimana mereka Itu mengambil”. Dari perkataan beliau, jelas ras terhadap beliau melarang keras terahadap taqlid, dan beliau memerinntahkan supaya orang mengambil segala sesuatu dari sumbber yang telah mereka ambil (para Imam)
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Kata muqaranah berarti membandingkan, dan kata muqaranah sendiri, kata yang menunjukkan keadaan atau hal  yang berarti membandingkan atau perbandingan. Membandingkan di sini adalah membandingkan antara dua perkara atau lebih. Fiqih muqaranah itu adalah  suatu ilmu yang menjelaskan hukum islam dalam berbagai masalah,dengan mengemukakan pendapat para mujtahid,masalah-masalah mana yang di sepakati dan di perselisihkan oleh mereka, baik hokum,dalil dalil, maupun kaidah-kaidah ushul yang di pergunakan oleh masing-masing mujtahid.kata mazhab mempunyai tiga arti yaitu: pertama, pendirian,kepercayaan,idiologi. Kedua, jalan atau system. Ketiga, sumber, patokan,pendapat yang kuat.
Berdasarkan hasil penelitian dari sejumlah buku  pengertian mazhab dalam istilah fuqaha’, mempunyai dua pengertian yaitu sebagai berikut:
1)   Mazhab adalah pendapat salah seorang imam mujtahid mengenai hukum masalah ijtihad.
2)   Mazhab adalah pendapat salah sorang imam mujtahid mengenai  kaidah-kaidah penggalian hokum (istinbat) dari dalil-dalil yang mu’tabar.
Menurut Bahasa “mazhab” berasal dari shighah mashdar mimy (kata sifat) dan isim makan (kata yang menunjukkan tempat) yang diambil dari fi’il madhi “dzahaba”  yang berarti “pergi”. Sementara menurut Huzaemah Tahido Yanggo bisa juga berarti  al-ra’yu yang artinya “pendapat”.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Aziz, Muh Azzam dan Abdul Wahab Sayyed.fiqih Ibadah; Jakarta: Amzah, 2010.
Hasan Muhammad Ali. 1997 Perbandingan mazhab fiqih  Cet.. I.PT  Raja Grafindo     Persada:Jakarta
Hasan Muhammad Ali. Perbandingan mazhab. Edisi. 1.Cet.II; Jakarta: Raja Grafindo  Persada.1996



[1] Muhammad Ali Hasan, Perbandingan mazhab fiqih (Cet.  I; Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada, 1997), h. 93
[2] Ibid, h. 101.
[3] Muhammad Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, Edisi I (Cet. II, Jakarta: Raja Grafindo persada 1996), h. 188.
[4] Ibid., h. 195